Majalengka - Sebagai bandara yang ditetapkan sebagai embarkasi haji untuk Jawa Barat, Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati memiliki potensi besar dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Menyikapi hal ini, Gubernur Dedi Mulyadi membuka peluang untuk membangun asrama haji di sekitaran bandara. Namun, dalam pernyataannya pada Senin (8/12/2025), ia menyampaikan syarat yang sangat jelas dan prinsip kehati-hatian yang kuat: pembangunan baru akan dilakukan setelah aktivitas penerbangan terkait haji dan umrah benar-benar ramai.
“Asrama haji sih 20 hektare juga cukup, kalau itu sudah keseriusan ya dan kemudian penerbangannya sudah ramai, ya bangun asrama haji gak masalah,” kata Dedi Mulyadi usai menghadiri ground breaking di Kertajati. Ia kemudian mempertegas sikapnya dengan kalimat yang lebih gamblang, “Saya tidak akan bangun dulu sebelum penerbangannya ramai. Kalau dibangun duluan tapi tidak ramai, itu kerugian”. Pernyataan ini mencerminkan pendekatan pragmatis dan berbasis bukti, belajar dari pengalaman di mana pembangunan infrastruktur pendahuluan tidak diikuti oleh utilisasi yang memadai.
Sebagai solusi transisi, Dedi mengusulkan pemanfaatan fasilitas yang sudah ada. “Untuk tahap pertama, penginapan bisa pakai hotel dulu. Nanti kalau sudah betul-betul ramai, baru kita bangun,” pungkasnya. Pendekatan bertahap ini meminimalisir risiko anggaran dan memastikan bahwa investasi untuk asrama haji benar-benar dibutuhkan dan akan digunakan secara optimal. Hal ini juga memberikan tekanan kepada pengelola bandara dan pihak terkait untuk lebih agresif dalam meningkatkan jumlah penerbangan reguler dan charter.
Peluang pengembangan Kertajati sebagai bandara haji sebenarnya sudah berjalan. Bandara ini telah kembali ditetapkan sebagai bandara resmi untuk keberangkatan dan kepulangan jamaah haji pada musim 2025. Selain itu, Kertajati juga digunakan untuk penerbangan umrah dari Jawa Barat dan wilayah sekitarnya di Jawa Tengah. Peningkatan signifikan dalam jumlah penumpang internasional di Kertajati sepanjang 2024, yang melonjak 139%, sebagian didorong oleh pariwisata dan mungkin juga mobilitas keagamaan.
Strategi menjadikan Kertajati sebagai pusat penerbangan haji dan umrah merupakan salah satu dari tiga pilar utama yang diusung Dedi Mulyadi untuk menghidupkan bandara, di samping pengembangan industri pertahanan dan perbaikan konektivitas kereta api. Sektor keagamaan ini dianggap memiliki pasar yang stabil dan dapat diprediksi, sehingga dapat memberikan dasar trafik penumpang yang kokoh bagi bandara, melengkapi trafik komersial dan kargo.
Pendirian asrama haji sendiri, jika nanti terealisasi, akan melengkapi fasilitas pendukung ibadah haji di Jawa Barat. Saat ini, terdapat Asrama Haji Indramayu yang juga mendapatkan perhatian dan dana perbaikan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pembangunan asrama baru di lokasi yang terintegrasi langsung dengan bandara akan meningkatkan efisiensi logistik dan kenyamanan jamaah, karena mengurangi waktu dan jarak tempuh antara tempat penampungan dan pesawat.
Kebijakan “tunggu sampai ramai” yang diterapkan Dedi ini merupakan bagian dari upaya lebih besar untuk menutup infrastructure-utilization gap atau kesenjangan pemanfaatan infrastruktur yang selama ini membayangi Kertajati. Daripada terus menambah infrastruktur baru yang berisiko menganggur, prioritas saat ini adalah memaksimalkan dan meningkatkan utilisasi infrastruktur bandara yang sudah ada terlebih dahulu. Setelah permintaan terbukti konsisten dan tumbuh, barulah infrastruktur pendukung sekunder dibangun.
Dengan demikian, wacana asrama haji di Kertajati lebih dari sekadar rencana pembangunan fisik. Ia merupakan alat bargaining dan indikator kesuksesan. Realisasinya akan menjadi tanda bahwa strategi revitalisasi bandara secara keseluruhan telah berhasil meningkatkan trafik penumpang hingga pada level yang membutuhkan fasilitas khusus. Hingga saat itu tiba, Dedi Mulyadi memilih untuk bersikap hati-hati dan menunggu bukti keseriusan semua pihak dalam menghidupkan Kertajati.