Kemenhub Buka Ruang Pengajuan Penambahan Kapasitas Penerbangan Ke Wilayah Bencana

Kamis, 11 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Adam Naufal
Ditjen Perhubungan Udara membuka kesempatan bagi maskapai yang berminat untuk menambah layanan ke wilayah bencana. Maskapai dapat mengajukan permohonan pembukaan rute baru atau penambahan frekuensi sesuai prosedur regulasi yang berlaku. (ATR)

Jakarta - Sebagai bagian dari respons strategis terhadap krisis transportasi udara pascabencana di Sumatra, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengambil kebijakan yang lebih terbuka. Pihaknya tidak hanya sebatas mengimbau, tetapi juga secara resmi membuka mekanisme administratif bagi para operator maskapai penerbangan. “Ditjen Hubud juga membuka ruang pengajuan penambahan kapasitas sesuai regulasi dengan mempertimbangkan kesiapan armada dan SDM,” jelas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa. Pernyataan ini mengindikasikan kesiapan pemerintah untuk memfasilitasi dan mempercepat proses birokrasi guna menambah jumlah penerbangan berjadwal ke wilayah-wilayah yang sangat membutuhkan.

Kebijakan ini merupakan langkah konkret setelah sebelumnya Ditjen Hubud meminta maskapai niaga berjadwal untuk mempertimbangkan penambahan kapasitas, baik melalui pembukaan rute baru maupun peningkatan frekuensi penerbangan pada rute yang sudah ada. Wilayah prioritas yang disebutkan meliputi tiga provinsi yang terdampak bencana, yaitu Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh. Dengan membuka “ruang pengajuan”, berarti ada prosedur khusus yang disediakan bagi maskapai yang ingin berkontribusi dalam upaya penanganan darurat melalui peningkatan layanan udara.

Mekanisme pengajuan ini penting karena dalam operasi penerbangan berjadwal, setiap penambahan frekuensi atau pembukaan rute baru memerlukan persetujuan dari otoritas penerbangan, dalam hal ini Ditjen Perhubungan Udara. Persetujuan ini biasanya melibatkan penilaian terhadap sejumlah aspek, seperti keselamatan, kelaikan udara, slot waktu (time slot) di bandara tujuan, dan dampak terhadap lalu lintas udara. Dalam situasi normal, proses ini bisa memakan waktu tertentu. Dengan membuka ruang khusus dan menyatakan kesiapan mempertimbangkan, Kemenhub memberi sinyal bahwa proses untuk keperluan kemanusiaan ini akan diprioritaskan dan dipercepat.

Faktor utama yang akan menjadi pertimbangan dalam evaluasi pengajuan adalah kesiapan teknis dari maskapai pemohon. Aspek “kesiapan armada dan SDM” yang disebutkan Lukman menjadi kunci. Armada berarti ketersediaan pesawat yang memadai, baik secara jumlah maupun jenis pesawat yang sesuai untuk melayani rute-rute ke bandara-bandara di wilayah bencana (misalnya, kondisi landasan pacu). Sementara SDM mengacu pada kru penerbang (pilot dan co-pilot), pramugari, serta tenaga teknis perawatan pesawat yang memenuhi syarat dan tersedia untuk menjalankan penambahan frekuensi tersebut.

Kebijakan ini muncul setelah analisis bahwa kebutuhan transportasi udara di wilayah bencana akan tetap tinggi selama fase pemulihan. Kebutuhan ini tidak hanya untuk mobilitas penduduk, tetapi juga untuk memperlancar distribusi logistik bantuan, peralatan medis, dan tenaga relawan. Dengan demikian, penambahan kapasitas yang terencana dan terorganisir melalui maskapai berjadwal dianggap lebih sustainable dan dapat diandalkan dibandingkan mengandalkan mekanisme charter spontan yang tidak terprediksi dan mahal.

Langkah ini juga selaras dengan prioritas yang telah ditetapkan, yaitu peningkatan kapasitas ke dan dari Aceh, khususnya pada rute menuju Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) dan Bandara Kualanamu (Medan). Dengan membuka akses yang lebih mudah bagi maskapai untuk melayani rute-rute prioritas ini, diharapkan terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah kursi yang tersedia setiap harinya. Peningkatan pasokan ini pada gilirannya akan menciptakan persaingan sehat dan menstabilkan harga tiket di pasaran, memberikan alternatif yang lebih terjangkau dibandingkan tarif charter.

Di balik kebijakan teknis ini, komitmen Kemenhub untuk menjaga operasional penerbangan di wilayah terdampak tetap menjadi panglima. “Koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terus dilakukan untuk menjaga kelancaran operasional penerbangan di wilayah terdampak,” tutup Lukman F. Laisa. Koordinasi ini meliputi pihak Bandara, AirNav Indonesia sebagai pengatur lalu lintas udara, hingga pemerintah daerah setempat, untuk memastikan bahwa setiap penambahan penerbangan dapat diakomodasi dengan lancar dan aman.

Dengan membuka ruang pengajuan penambahan kapasitas secara khusus, Kemenhub menunjukkan pendekatan yang kolaboratif dan solutif. Pemerintah tidak hanya menunggu inisiatif dari maskapai, tetapi juga menciptakan “jalan tol” regulasi untuk memudahkan maskapai yang ingin membantu. Ini adalah upaya untuk mengubah krisis menjadi momentum memperbaiki konektivitas udara di wilayah Sumatra, membangun sistem yang lebih tangguh tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan.

(Adam Naufal)

Baca Juga: Bangun Asrama Haji Di Kertajati? Dedi Mulyadi: Tunggu Dulu Sampai Ramai
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.